Langsung ke konten utama

Rasa Bersalah yang Manusiawi

Photo by Mumtahina Tanni (Pexels)


Rasa Bersalah

Pernah mencoba melarikan diri dari rasa bersalah, tapi malah terjebak dalam kutukan penyesalan yang tak kunjung usai? Rasa bersalah yang berubah menjadi luka, lama-lama akan menjadi infeksi yang mengerikan. 

Apakah berlebihan mengatakan rasa bersalah bisa menenggelamkan mimpi, cinta, dan empati. Bukannya mencari solusi dan minta maaf, melainkan terus menumpuk rasa bersalah. Ditumpuk menjadi lapisan yang akan menutup sisi kemanusiaan.

Suatu hari, aku pernah melakukan kesalahan, sesederhana memilih untuk meniadakan emosi dalam relasi. Aku memilih hanya meletakan logika sebagai dalil komunikasi. Alasannya sederhana, aku terlalu malas untuk merasakan kelelahan akibat mencurahkan emosi dalam suatu hubungan.

Kemudian, aku menggunakan dalil 'sudah seharusnya', seperti hak dan kewajiban yang harus kulakukan pada orang-orang sekitarku. Aku tidak perlu memikirkan perasaan, aku hanya perlu mendengarkan dan tidak memasukan emosiku disana. Rasanya memang ringan, tapi kosong juga kadang.

Jadi, sampai aku ada di tahap ingin jatuh cinta, aku masih terlalu malas dan dibenarkan oleh logika-logikaku untuk tidak melakukannya. Aku tidak ingin menderita, artinya aku memilih tidak mencari kebahagiaan akibat emosi yang tidak bisa kukendalikan. 

Jika aku ingin bahagia aku memilih dopamin instan dari konten-konten hiburan, makanan, buku, dan olahraga. Si egois ini tahu cara bahagia dengan dirinya sendiri. Terdengar kesepian, tapi itu cukup efektif untuk membuatku bertahan. 

Paling, hal yang mengusikku rasa penasaran dengan masa depan jika memiliki keluarga, bagaimana wajah anak-anakku, bagaimana diriku akan berubah setelah memiliki keluarga, bagaimana aku akan hidup menjadi dewasa setelahnya. Tapi bagaimana bisa aku memulai hubungan karena alasan penasaran bukan? 

Jadi sekarang aku mulai merasa infeksi dari rasa kesepian, aku mulai merasa bersalah pada kesepianku. Masih di tahap gatal, kadang aku ingin menggaruknya tapi bisa kutahan, aku punya bedak gatal tapi tidak dengan obatnya. 

Waktu akan menyembuhkan, dan begitulah aku membiarkan semuanya berlalu sudah. Tapi aku sekarang sadar, waktu yang menyembuhkan adalah kotak musik yang bisa diputar kembali, atau bekas luka. Seolah menonton film yang merekam kenangan masa lalu begitu detailnya, hingga rasa sakitnya juga kembali dirasakan. Tapi bukankah sudah pernah sembuh? kenapa dilukai lagi?

Nah, jika memang kesepian ini akibat keputusan diriku untuk tak memedulikan perasaanku. Artinya aku juga bisa memutuskan untuk mulai memasukan perasaan sesuai porsinya. Belajar menggunakan perasaan, terdengar kekanakan. Walau begitu aku akan coba, pun tak ada salahnya bukan?

Catatan: ada puisi dibawah.


Janji Mei

Janji di bulan Mei

Aku pernah membuatnya satu kali

Dan aku pernah mengingkarinya 

Dulu-dulu sekali


Luka gores dan air mata

Tangkai mawar yang dipatahkan 

Dengan duri-duri yang menitikkan darah

Perih tapi diabaikan


Waktu itu menjadi dulu

Mahkota merah yang memekat

Menggering kecoklatan dan melemah satu-satu dan jatuh

Darah menghitam dan menghilang disapu hujan

Kini hanya tinggal tangkai yang ikut menghitam

Dan bekas luka yang memudar


Lucunya dulu itu semakin jauh

Setiap aku melewati rumpun bunga itu

Kini menjadi sesuatu yang tidak ada apa-apa

Dan tidak apa-apa, seolah tidak pernah apa-apa

Tertawa pada tangkai baru yang menyembul pelan-pelan di sisi lainnya

Dan bunga-bunga baru sudah lebat menutupi bekasnya


Tangerang Selatan, 12 Mei 2K24


Postingan populer dari blog ini

[Review Buku] Pengalaman Baca Buku Funiculi Funicula

Masa lalu dan masa depan, dua waktu yang sudah terlalu jauh untuk dijangkau. Masa lalu yang sudah dilewati kadang menyisakan penyesalan, dan masa depan yang masih misteri menantang diri membuat penasaran. Jika kau diberi kesempatan memilih kembali ke masa lalu atau melihat masa depan, apa yang akan kau pilih? Tapi sayangnya apa pun yang kau pilih tidak akan mengubah apa pun, kejadian yang terjadi, atau orang yang kau temui, bahkan mencegah kematian sekalipun. Dan dengan resiko terjebak selamanya di ruang waktu, apakah kau masih mau untuk melakukan perjalanan waktu? Sinopsis di atas adalah milik buku 'B efore the Coffee Gets Cold: Funiculi Funicula', salah satu dari trilogi karya Toshikazu kawaguchi yang pertama rilis di Jepang pada 2015. Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Dania Sakti, dan diterbitkan Gramedia. Saya membaca cetakan ke-21, desain sampul karya Orkha Creative.  Cover depan Funiculi Funicula cetakan ke-21  Pertemuan dengan Funiculi Funicula Tahun

5 Tips Belajar Asyik ala Studyvlog, Studygram , dan StudyTok

Indah Primad | Juli 2023 | Bacaan 4 menit Lagi bingung gaya belajar apa yang paling pas untukmu?  Tenang, disini akan kita kupas tuntas tips belajar asyik yang bisa kamu terapkan saat belajar nanti. Kita akan temukan tipsnya dari konten-konten influencer edukasi. Sebelum itu, kita kenalan dulu dengan istilah studyvlog, studygram, dan studytok.      Studyvlog  adalah istilah untuk para influencer dan content creator edukatif, terutama konten vlog (video-blog). Contohnya konten Study With Me, menyajikan konten Live/ rekaman belajar sebagai teman belajar kamu. Mereka menyajikan konten keseharian belajar dan tips edukatif. Studygram adalah kreator edukasi yang lebih spesifik untuk pengguna Instagram. Tentunya konten yang lebih simpel menyesuaikan fitur-fitur di Instagram. Tapi istilah ini juga digunakan di platform media sosial lainnya. Studytok , seperti studygram, namun istilah ini digunakan kreator yang ada di TikTok. Mungkin kata StudyTok belum cukup familiar. Tapi melihat trend peng

Stop! Saatnya Menjadi Lebih Kuat

Indah Primad | Cerita evaluasi tengah tahun 2023 Menjelang 2022 berakhir, saya masih ingat sebuah obrolan hangat dengan seorang guru. Beliau adalah pebisnis yang suka berbagi tips dunia wirausaha dan dipadukan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Beliau bercerita menjadi dewasa yang sebenarnya, menjadi kuat dan dapat dipercaya. Ternyata sudah lebih dulu diceritakan dalam kisah Nabi Musa as saat dipertemukan dengan Nabi Syu’aib, kemudian perkataan Nabi Yusuf as kepada raja Mesir. Kita mulai dari kisah Nabi Musa as.  Waktu itu Nabi Musa as berhenti di dekat sebuah sumur. Dilihatnya dua orang perempuan muda penggembala sedang mengantri untuk mengambil air. Tapi ada yang tidak beres, perempuan muda itu hanya menunggu antrian karena didepannya para pria lebih dulu memberi ternak-ternaknya air minum. Nabi Musa menawarkan diri untuk membantu mengambil air. Kedua perempuan ini ternyata adalah putri Nabi Syu’aib yang kemudian merekomendasikan Nabi Musa untuk bekerja dengan mereka. “Wahai ayahku! Jadikan